Gerobak reot itu ditepikan disisi rumah kardus Karman, seharian itu dia telah kembali pulang, setelah menyisir alun-alun kidul dan sepanjang gang-gang Malioboro hingga jalan solo, mengais apapun barang yang dibuang banyak orang di tempat sampah untuk dikumpulkan, dipisah dan dijual pada pengepul, geliat hangat matari sore itu masih mengantarkannya pada kesibukan memisah botol-botol plastik dan kardus, “sekian banyak sandal yang bapak kumpulkan?” sambil mengantar segelas air, supri anak karman satu-satunya tetap tak digubris,”kenapa tak kau pilih yang terbaik untuk kau pakai sendiri?”, “biarpun kanan-kirinya tak sama, biarlah kaki bapak terlindung sandal itu”, begitu datar karman berkata“ini...kupilih beberapa pasang berikan lik Giat dan bu dhe Narti ”,”aku lelaki yang terbiasa dengan basah dan panasnya tanah jalanan”, kemudian supri menggumam dan pergi ke rumah lik Giat dan bu dhe Narti "Sandal akan lindungi Kakimu yang mengering pecah itu..!!" begitulah dialog terakhir sore itu beriringan dengan riuh bocah kali code mengakhiri dolanan mereka.
****
Sepagi itu kumpulan burung gereja dibubarkan Amarah karman, dua-tiga tamparan punggung sandal supri terima tepat di kepala, semakin memerah saja mata karman menghajar, dan memerah pula mata supri menahan tangis yang entah mengapa tak mau meneteskan air mata, " DARI MANA SANDA INI..????" "KATAKAN..!!", "dad...dad..dad..dari Masjid Pak", "KAU MENCURI", "Iya HaH KAU MENCURI","KATAKAN KAU MENCURI??", tak terkendali Karman terus melayangkan pukulan dari punggung sandal, yang gemetar dia genggam erat, namun sebentar terhenti karna teriakan supri "Tat..Tapi ini buat BAPAK KERJA..", Karman menghela serasa kehabisan nafas "KERJAAAA...!! hAH", "Apa KERJA KAU BILANG..!!!" serasa mendapatkan kembali tenaganya, sebuah pukulan sangat keras diterima bahu kanan Supri,"Heiiiii...ANAK KARMAN TIDAK MENCURI", semakin dirasa kesakitan batin dan tubuh supri, ia pun menghindar dan berlari pergi meninggalkan Karman yang memerah tersengal-sengal, "PERGI KAU....JANGAN KEMBALI..Annak karman tidak mencuri, tidak mencuri" tubuhnya lemas bersamaan dengan menghilangnya bayangan Supri.
****
****
SANDAL di sandang ndang Bhudal, begitulah bocah itu mencoba menerjemahkan, mereka tak kan Bhudal tanpa SANDAL, "ahhh aku pun akan berangkat mendapatkannya", "Pak e, Karman kita akan bhudal, dan bukan dengan upayaku mencuri tadi pagi...", "Aku akan mendapatkannya tanpa MENCURI","sebelum aku berhenti melangkah", supri berjalan menyusuri kampung Catur Tunggal, beragam pertemuan dan dialong singkat di jalan ia lalui, hingga penggambaran kembali ceritanya pagi tadi pada seorang kakek tua di sebuah teras rumah, sebuah penceritaan ulang yang membuat kakek itu menitipkan pesan bagi Karman berupa Sandal lily tipis yang tampak masih menyisakan kekuatan. begitu riang Supri mengakhiri pertikaian yang bergeriak di otaknya, membawa sebuah SANDAL berbungkus slam seorang kakek untuk KARMAN, dikejarnya matari senja, berlari bahagia, melewati pematang Sawah, jalan tikus menuju bedeng kardus rumah karman, membawa sebuah MIMPI, yang ingin dihadirkannya pada Karman...."BAPAAAAAAK AKU BUKAN PENCURIIIIII"
****
Deru tangis, rasakan begitu dalam menahan isak, terputus-putus dan tak terbendung jua air mata itu..., tangisan mimpi yang pecah di ujung senja pamatang sawah makam Kenangan, Supri menyadari upayanya menghadirkan mimpi, tak tergapai, upaya hanya sekedar upaya, mimpi takbisa jadi acuan, keinginan yang selalu membayangi hanyalah teror, dan ia menunduk lesu tanpa SANDAL di Tangan setelah beberap menit yang lalu ia dikeroyok sekelompok pemuda mabuk, di sudut makam, kejadian itu menjadi buntut teriakan riang Supri berlari melewati sekelompok pemuda sambil mengangkat tinggi-tinggi Sandal pemberian seorang kakek,"WOOOII PAAAK INI SANDAL UNTUKMU", teriakan itu mengumpulkan arah pandang para pemuda pada Supri, seakan ditantang mereka pun menghajar Supri dan merampas Sandal di tangannya.......lantas menderu-deru tangis itu dan matari pun tenggelam, menenggelamkan upaya Supri menghadirkan sebuah Mimpi.
0 komentar:
Posting Komentar