Rabu, 14 Januari 2009

Monyet Naik Daun, Cari Diksi Lain Donk...!

Rabu, 14 Januari 2009 0

Dasar MONYET lu...!!
MONYET-MONYET..!! udah jam segini belum pada dateng..!!
Emang lu kayak MONYET,
Dasar keturunan MONYET...!


Yah begitulah semalama ini MONYET, nama hewan mamalia dari jenis primata itu dijadikan manusia sebagai kata makian, ejekan atau bahkan hinaan, bersandingan dengan deretan kawannya yang lain, ANJING, BABI, JANGKRIK, KERBAU, KAMBING, TIKUS, ANGSA (he3) dll. mMmm entah sejak kapan dan siapa yang memulainya, kata-kata makian yang melibatkan kaum binatang, senantiasa keluar tanpa beban. Pertama melihat kecenderungan makian atau sejenis cercaan yang menggunakan nama2 binatang, saya hanya menyadari itu hanya sebuah penyimbolan, semacam pemberian gelar, ambil kata makian "ANJ***NG", diungkapkan seseorang dengan imaji "Kau seperti Anjing", begitupun "MONYET lu","BABI lu" dan ungkapan sejenisnya. pemberian gelar semacam itu rasanya lebih pada kata-kata yang digelarkan, dalam hal ini beberapa ungkapan makian yang menggunakan nama binatang bermaksud kurang lebih seperti itu dan beruntung mereka para Binatang yang namanya dijadikan ungkapan MAkian tak Marah sedikitpun atau bahkan menuntut royalty.
Melihat fenomena ini saya mencoba mempertemukan dengan model-model kata makian yang bersifat localgeneus, saya dilahirkan di Jombang dan Akrab dengan kata-kata semacam "DANCUK","DIAMPUT" serta "GATEL", saya melihat kata-kata ini lebih bersifat netral tidak menyinggung para Binatang, lebih dalam lagi ungkapan ini hadir hanya sebagai kata-kata semata, "DANCUK" ya dancuk saja, tak memiliki arti, tidak menyama-nyamakan atau menyimboli lawan bicara dengan apapun. hal yang lebih menarik ternyata kata-kata yang dalam bahasa daerah saya disebut "PISUHAN" itu sangat fleksibel dalam penggunaannya, tidak serta merta menjadi ungkapan makian kala marah saja, namun mampu berkembang menjadi sebentuk unkapan rasa kangen kala bertemu teman lama, "Dancoooook...Piye Cok Kabarmu..??", secara mendasar yang namanya Pisuhan itu tergantung pada emosi kala mengungkapkannya, dengan emosi marah, emosi gembira, rindu berat atau emosi yang datar.
Nahh... setelah memperbandingkan dua jenis kata makian diatas, rasanya kita butuh sejumlah kreatifitas mencipta sebuah ungkapan, meninjau lebih jauh apakah itu masuk akal, menyinggung atau bahkan rasis. saya dan kawan2 KLUB SENI MISUH resah bahwa dewasa ini MAKIAN/MISUH merembet ke wilayah2 rasis, dengan menyebut nama suku misalnya.
padahal untuk menggunakan nama hewan saja kita tampaknya harus malu karna beberapa telah Monyet pun naik daun menjadi bintang iklan layanan seluler.

ahhh... Dancuklah daku.... ini


Read More..

Senin, 12 Januari 2009

Menjadi Simbol-Simbol Yahudi

Senin, 12 Januari 2009 0
Menjadi Simbol-Simbol Yahudi


Inilah manusia
upaya berkuasa
menjadi raja

inilah hati
kekuasaan itu mati
menjadi cemeti

inilah rasa
kebencian atas cinta
kitapun menjadi yahudi Read More..

Sandiwara Sumpah dan Tipu Daya


Dua Bulan lebih pasca Kemah Seni Sanggar Nuun 2008, para calon penghuni bahtera Sanggar Nuun di tempa berbagai latihan, dari olah vocal, olah tubuh, karakter, musik dan beragam latihan lain ala Sanggar, proses latihan panjang ini akan bermuara pada pementasan dua Naskah teater, Naskah pertama berjudul “Bul Diapusi” yang ditulis oleh Theo Sunu Widodo dan disutradarai Mukhosis Nur. Dalam naskah ini menceritakan bagaimana pentingnya menanggapi “nguri-uri kabudayan” yang beberapa waktu ini sering menjadi selogan masyarakat. Namun demikian para pemain dunia “rahasia” berbondong-bondong memanfaatkanya untuk meraih keuntungan sebanyak-banyaknya. Karena pelestari budaya (tradisi) cenderung masyarakat yang udik, lugu dan mudah dimanfaatkan. Langen mandra wanara adalah salah satu kelompok yang dijadikan lahan oleh si Tan Kie Boel, namun di balik peristiwa “Bul Diapusi” ada satu rencana yang telah digariskan. (?)
Kemudian naskah kedua berjudul “Sampah Waktu Sumpah Batu” menceritakan raja yang senang berpetualang, suatu kali menyamar sebagai rakyat jelata, menilik sejauh mana rakyatnya menikmati pemerintahanya. Dia lantas menyadari, pemerintahanya berlangsung timpang dan kejam. Dia ingin memperbaiki keadaan itu dengan mengorbankan dirinya, bersekongkol dengan kawanan perampok, ikut menciptakan kejahatan dimana-mana, agar rakyatnya bangkit melawan dirinya. Sampai akhirnya ada intrik di tubuh istana yang digerakan senopati, yang menbuat segala rencananya terpaksa harus diganti. Naskah tersebut di tulis oleh muhammad tri muda’i. disutradarai oleh Abda Rifqi Rizzal.

So sepertinya mulai tampak siapa yang mampu bertahan dan siapa yang tersingkirkan, siplah tinggal nunggu tanggal 7 Februari 2009 nanti,
Pastinya ni proses aku yang kebetulan pas jadi Ketua Panitia Kemah Seni so Aku pun yang Hendle Produksinya, tapi Banyak orang hebat lainnya di Sanggar dan itu yang membuatku Yakin untuk belajar jadi hebat. Read More..
 
Design by Pocket